WidyKaa

لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

TRAGEDY OF NUKLIR CHERNOBYL IN UKRAINA

♠ Posted by widy
Pasca Perang Dunia II, pemanfaatan tenaga nuklir berkembang di luar sektor persenjataan militer. Salah satu bidang yang berkembang pesat adalah penggunaan tenaga nuklir dibidang energi pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN). Reaktor nuklir yang pertama kali membangkitkan listrik adalah stasiun pembangkit percobaan EBRI pada 20 Desember 1951 di dekat Arco, Idaho, Amerika Serikat. Pada 27 Juni 1954, PLTN pertama dunia yang menghasilkan listrik untuk jaringan listrik (power grid) mulai beroperasi di Obninsk, Uni Soviet. PLTN skala komersil pertama adalah Calder Hall di Inggris yang dibuka pada 17 Oktober 1956.[1] Di akhir tahun 2006, 439 PLTN telah beroperasi dan 55 PLTN baru dalam tahap konstruksi di 33 negara di seluruh dunia. Keseluruhan PLTN tersebut memberikan sumbangan kurang lebih 17% bagi kebutuhan listrik dunia.
Di beberapa negara seperti Prancis bahkan kontribusi listrik dari PLTN melebihi 70%, dan sebagian diantaranya diekspor ke negara tetangga. PLTN memproduksi listrik dengan tingkat kehandalan tinggi, ramah lingkungan dan tanpa menghasilkan gas rumah kaca.[2] Sejalan  dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknologi nuklir juga kian berkembang mengikuti tuntutan jaman. Disain yang lebih sempurna, efisiensi yang lebih tinggi, kapasitas yang semakin besar, tingkat keselamatan yang lebih terjamin merupakan beberapa aspek yang senantiasa ditingkatkan. Secara kronologis, perkembangan teknologi nuklir dari generasi pertama hingga ke empat saat ini dapat dilihat dalam pengalaman operasional dari tahun ke tahun, juga pelajaran dari beberapa insiden dan kecelakaan kritikalitas (criticality accidents) dibeberapa fasilitas pemrosesan bahan nuklir, maupun kecelakaan (Three Mile Island dan Chernobyl) memberikan pelajaran yang sangat berarti untuk peningkatan standar keselamatan di masa depan. Disamping perbaikan dari sisi teknologi, standar, persyaratan dan pedoman pengoperasian PLTN juga senantiasa ditinjau ulang oleh International Atomic Energy Agency maupun oleh pemegang otoritas di masing-masing negara yang memanfaatkan tenaga nuklir.
Di daerah Ukraina dibangun PLTN Chernobyl, 130 dari sebelah utara Kiev dan 20 km dari perbatasan bagian selatan Belarus, Uni Soviet. Daerah yang juga dekat dengan kota Pripyat ini merupakan salah satu daerah yang menggunakan tenaga nuklir sebagai tenaga pembangkit listrik wilayah Ukraina saat itu.
Bangunan PLTN (pembangkit listrk tenaga nuklir) Chernobyl ini dilengkapi empat unit reaktor. Tahun pengoperasian masing-masing unit reaktor pun berbeda-beda, diantaranya:  
1.    reaktor unit 1 mulai beroperasi tahun 1977,
2.    reaktor unit 2 mulai beroperasi tahun 1978,
3.    reaktor unit 3 mulai beroperasi tahun 1981, dan
4.    reaktor unit 4 mulai beroperasi tahun 1983.
Keempat unit reaktor ini menghasilkan 4000 MWt yag menyuplai 10% kebutuhan listrik Ukrainia saat itu. Pada tahun 1986, dua unit reaktor baru berada pada tahap pembangunan. Dari arah selatan bangunan reaktor ini dibangun danau buatan seluas 22 km2 yang terletak di samping sungai Pripyat, anak sungai Dnieps. Danau buatan ini berguna untuk penyediaan air pendingin reaktor.


Reaktor Chernobyl merupakan reaktor jenis RBMK 1000 (reactor bolshoi moshnostikanalye), atau reactor air didih dengan tenaga tinggi, atau disebut juga sebagai high power pressure tube reactor. Reaktor ini sangat unggul dalam efisiensi dan penggantian bahan bakar. Efisiensi reaktor ini mencapai 34 % dibandingkan reaktor tipe tekan (pressurized reaktor, banyak diproduksi di Kanada) yang hanya mencapai 29-31%. Sementara itu, penggantian bahan bakar reaktor ini dapat dilakukan selagi menyala, tidak seperti sebagian besar reaktor lain yang diproduksi oleh Kanada. Berdasarkan prosedur penggunaannya, rektor ini hanya boleh dijalankan 9 bulan, sedangkan 3 bulan sisanya untuk perbaikan dan perawatan rutin, termasuk penggantian bahan bakar.
Chernobyl terletak di negara Ukraina sebelah barat daya Rusia. Kota Chernobyl berpenduduk 12.500 jiwa berada 15 km sebelah tenggara reaktor. Sedangkan sebagian pekerja reactor bermukim di Pripyat (sebuah kota satelit) dengan kepadatan 45.000.[4](lihat peta dalam Gambar 2) Reaktor ini telah dikembangkan disainnya sejak tahun 1954 di Obninsk dan merupakan tipe reaktor khusus yang hanya dimiliki oleh Uni Soviet (kecuali reaktor HanfordN di Amerika Serikat, yang memiliki prinsip fisika sejenis).[5] Reaktor RBMK yang pertama berkapasitas 1000 MWe dibangun di Leningrad dan mulai beroperasi pada tahun 1973 - 1975. Pada tahun 1986 di Uni Soviet terdapat 14 reaktor RBMK yang beroperasi dan 8 masih dalam tahap konstruksi.
            Empat ciri utama disain reaktor RBMK 1000 adalah:
a. Kanal vertikal yang berisi bahan bakar dan pendingin, dapat diisi ulang bahan bakarnya secara local pada saat operasi.
b. Bahan bakar dalam bentuk bundle silindris yang terbuat dari uranium dioksida.
c. Moderator grafit pada tiap kanal bahan bakar, dan

d. Pendingin air ringan yang mendidih pada berbagai saluran bertekanan dengan umpan uap langsung ke turbin.


Kecelakaan Chernobyl unit 4 dipicu oleh kejadian kritikalitas teras reaktor yang tidak terkendali dalam waktu sangat singkat. Kecelakaan kritikalitas sering disebut sebagai excursion atau power excursion terjadi pada saat bahan nuklir, baik uranium diperkaya atau plutonium, mengalami reaksi fisi berantai tanpa kendali. Kebocoran radiasi netron yang menyertainya merupakan ancaman bahaya yang sangat tinggi bagi pekerja disekitarnya dan juga menyebabkan pelepasan radiasi ke lingkungan sekitar. Kritikalitas yang meningkat dalam waktu singkat menyebabkan kenaikan daya reaktor secara cepat disebut sebagai promt excursion.
Hal ini menyebabkan uap bertekanan sangat tinggi juga terbentuk secara spontan sehingga memicu ledakan teras dan terhamburnya zat radioaktif produk fisi ke udara. Ditinjau dari dampak yang diakibatkan berdasarkan The International Nuclear Event Scale, kecelakaan reaktor Chernobyl dikategorikan sebagai kecelakaan sangat parah(severe accident) atau masuk kategori kelas 7(major accident). Ciri dari kategori kelas 7 adalah dampak luar biasa terhadap lingkungan maupun kesehatan masyarakat.


Rangkaian kecelakaan diawali oleh keputusan manajemen reaktor dan tim ahli untuk melakukan percobaan guna menguji respon turbingenerator dalam menggerakkan pompa pendingin pada saat pasokan uap ke turbin terhenti. Pada tengah malam 25 April 1986 percobaan dimulai. Daya reaktor diturunkan menjadi
1600 MWt, kemudian turbin nomor 7 dimatikan dan keempat aliran uap dialirkan semuanya ke turbin nomor 8. Sebagai bagian dari percobaan pada pukul 14.00, sistem pendingin teras darurat(emergency core cooling system) diputus. Percobaan sempat tertunda karena permintaan untuk tetap memasok listrik ke jaringan Kiev hingga jam 23.10. Celakanya pada saat penyambungan kembali jaringan, sistem pendingin teras darurat tidak difungsikan kembali alasannya Untuk mendapatkan hasil akurat, sehingga operator lebih memilih mematikan beberapa sistem keselamatan.
Percobaan kemudian dilanjutkan kembali sesuai dengan prosedur percobaan dengan menurunkan daya menjadi antara 700 sampai dengan 1000 MWt. Pada pukul 00.28 tanggal 26 April untuk menurunkan daya lagi, seperangkat batang kendali otomatis local (local automatic control rods) tidak diaktifkan dan sejumlah batang kendali otomatis(ACs) diaktifkan. Akan tetapi operator melakukan kesalahan pengesetan ACs, sehingga daya reactor turun secara drastis menjadi hanya 30 MWt, padahal prosedur mempersyaratkan daya antara 700 – 1000 MWt. Pada pukul 01.00 operator berhasil menaikkan daya reaktor menjadi 200 MWt dengan cara mengangkat sejumlah batang kendali dari reaktor. Daya tersebut sebenarnya masih jauh dibawah daya yang diperlukan untuk percobaan, dan semestinya percobaan tidak boleh dilanjutkan.
Pukul 01.03 dan 01.07 dua pompa sirkulasi cadangan dihidupkan, sehingga secara keseluruhan terdapat delapan pompa yang bekerja bersamaan. Hal ini membuat beberapa pompa melakukan kerja di bawah batas kinerja standarnya dan memicu penurunan produksi uap serta turunnya tekanan dalam drum uap. Pukul 01.19 operator mencoba menaikkan tekanan dan level air dengan menggunakan pompa pengumpan. Reaktor seharusnya dimatikan karena sinyal trip menyala, namun hal tersebut diabaikan oleh operator dan bersikeras untuk tetap melanjutkan percobaan.
Pukul 01.19,30 level air yang diperlukan dalam drum uap tercapai, namun operator terus menambahkan air pengumpan. Air dingin memasuki teras reaktor dan pembangkitan uap menurun tajam, demikian tekanan uap juga semakin menurun. Untuk mengatasi hal ini, operator mengangkat sejumlah batang kendali otomatis dan juga batang kendali manual agar daya tetap bertahan 200 MWt. Pukul 01.20,30 kran bypass turbin ditutup untuk memperlambat penurunan tekanan uap. Hal ini menyebabkan kenaikan suhu air yang memasuki teras, selanjutnya ACs mulai diturunkan untuk mencegah kenaikan kualitas uap.
Pukul 01.22,30 operator melihat cetakan parameter sistem reaktor pada monitor pemantau. Data menunjukkan bahwa operator harus segera menshutdown reaktor dalam situasi mekanisme shutdown otomatis tidak bekerja tersebut. Namun yang terjadi operator tetap melanjutkan percobaan. Modeling komputer menunjukkan pada saat tersebut hanya terdapat enam, tujuh, atau delapan batang kendali dalam teras, padahal semestinya tidak boleh kurang dari 30 batang kendali(sesuai instruksi manual).
Pada pukul 01.23,04 percobaan dimulai lagi dengan daya 200 MWt, dan katup aliran uap utama menuju turbin nomor 8 dimatikan. Sistem proteksi keselamatan otomatis yang akan aktif pada saat kedua turbin mati sengaja dimatikan oleh operator, meskipun hal ini tidak termasuk prosedur percobaan.
Selanjutnya daya reaktor mulai naik dari 200 MWt dan ACs turun. Sedetik kemudian aliran air pendingin utama dan air umpan dikurangi, hal ini menyebabkan kenaikan suhu air yang memasuki reaktor dan meningkatkan pembangkitan uap.
. Kemudian daya reaktor naik secara cepat(promt critical excursion) dan mandor yang berjaga memerintahkan untuk segera menshutdown reaktor. Namun perintah tersebut sangat terlambat karena untuk menurunkan batang kendali secara otomatis dibutuhkan waktu 20 detik, padahal baru 0,03 detik berselang alarm sudah berbunyi. Sistem keadaan darurat tidak mampu mengatasi kondisi tersebut, daya reaktor naik menjadi 530 MWt dalam waktu 3 detik untuk kemudian naik secara drastis secara eksponensial yang menyebabkan terjadinya pembangkitan uap serentak. Uap dengan tekanan sangat tinggi yang terbentuk serentak tersebut menimbulkan ledakan dahsyat. Kurang dari sedetik setelah ledakan pertama segera disusul ledakan kedua yang disebabkan oleh masuknya udara ke teras yang menyebabkan bahan bakar dan beberapa elemen bereaksi dengan oksigen dan terbakar dahsyat.

COAL (Batubara)

♠ Posted by widy in

2. 1.     Pembentukan Batubara
Batubara adalah salah satu bahan bakar fosil yang terbentuk dari endapan, batuan organik yang terutama terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Batubara terbentuk dari tumbuhan yang telah terkonsolidasi antara strata batuan lainnya dan diubah oleh kombinasi pengaruh tekanan dan panas selama jutaan tahun sehingga membentuk lapisan batubara.

2.1.1.      Teori Pembentukan Batubara
Ada 2 teori yang menerangkan terjadinya batubara yaitu :
-       Teori In-situ
Batubara yang terbentuk sesuai dengan teori in-situ biasanya terjadi di hutan basah dan berawa, sehingga pohon-pohon di hutan tersebut pada saat mati dan roboh, langsung tenggelam ke dalam rawa tersebut, dan sisa tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna, dan akhirnya menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik.
Batubara yang dihasilkan dari proses ini memiliki kualitas yang baik. Penyebaran batubara jenis ini sifatnya merata dan luas, bisa dijumpai di wilayah Muara Enim, Sumatera Selatan.
-       Teori Drift
Berdasarkan teori ini, batubara terbentuk bukan di tempat asal tumbuhan itu berada. Tumbuhan  yang telah mati akan terangkut air hingga terkumpul di suatu tempat dan  mengalami proses sedimentasi dan pembatubaraan. Batubara yang terbentuk  sesuai dengan teori drift biasanya terjadi di delta-delta, mempunyai ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus (splitting), banyak lapisannya (multiple seam), banyak pengotor (kandungan abu cenderung tinggi).


2.1.2.      Tahap Pembentukan Batubara
Proses pembentukan batubara terdiri dari dua tahap yaitu tahap biokimia (penggambutan) dan tahap geokimia (pembatubaraan). Berikut penjelasan lebih lanjut mengenai tahapan pembentukan batubara :
-       Tahap Biokimia
Tahap biokimia  (atau biogenetik) daripada metamorfisme organik adalah aksi organisme hidup, khususnya dominan bakteri. Bakteri yang berperan yaitu bakteri aerob dan bakteri anaerob serta jamur, bakteri aerob menguraikan unsur karbon (C), Nitrogen (N), dan Karbon Dioksida (CO2) pada material tumbuhan, sedangkan bakteri anaerob menguraikan unsur Hidrokarbon (CH), Asam (acid) serta alkohol (C2H5OH) pada material tumbuhan, proses ini berlangsung dibawah permukaan.
Dalam pembentukan batubara, material tanaman mengalami proses penggambutan dan proses pembentukan humin terhadap humic matter. Komposisi microbiologi tidak dapat terjadi diatas temperatur tertentu (> ± 80 oC). Proses ini berlangsung pada kedalaman satu sampai sepuluh meter dibawah permukaan.

-       Tahap Geokimia
Tahap geokimia, fase ini tidak ada lagi aktivitas organisme seperti bakteri, tetapi didominasi oleh pengaruh peningkatan temperatur dan tekanan, disebabkan oleh peningkatan kedalaman penimbunan unsur organik dibawah tutupan sedimen (sedimentary overburden). Batas dari fase tersebut yaitu pada kedalaman lebih dari sepuluh meter, tetapi bisa dikatakan reaksi berakhir pada tingkat gambut dan aksi geokimia menjadi agen utama pada tingkat brown-coal dan hard-coal.
Pada tahapan geokimia, terjadi peningkatan rank pada batubara mulai dari lignite sampai pada tahap antrasit, seiiring dengan kenaikan rank, maka terjadi pula kenaikan unsur karbon, nilai reflectan (Rmax) dan CV (Calorivic Value) atau nilai kalori, serta terjadi penurunan kandungan air (H2O), Vollatile Matter (VM), Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Nilai kalori batuabara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batuabara, semakin tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama, nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga abu. Semakin tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya. Kandungan karbon secara sesuai pada rank batubara yaitu : Gambut (55% C), Lignit (60% C), Sub-bituminus (70% C), Bituminus (80% C) dan Antrasit (95% C).

2.1.3.      Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Pembentukkan Batubara
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam Proses Pembentukkan Batubara, yaitu :
1.    Posisi Geoteknik
Posisi geoteknik adalah letak suatu tempat yang merupakan cekungan sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik lempeng. Proses tektonik yang terjadi akan berpengaruh pada penyebaran batubara yang terbentuk. Makin dekat cekungan sedimentasi batubara yang terbentuk atau terakumulasi dengan posisi kegiatan tektonik, maka kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik.
2.    Keadaan Topografi Daerah
Daerah tempat tumbuhan berkembang, merupakan daerah yang relatif mempunyai ketersediaan air. Tempat tersebut mempuyai topografi yang relatif lebih rendah dibandingkan dengan daerah yang ada disekelilingnya. Makin luas daerah dengan topografi rendah, maka makin banyak pula tanaman yang tumbuh, sehingga makin banyak pula bahan pembentuk batubara.
3.    Iklim Daerah
Iklim sangatlah berperan penting dalam pertumbuhan tanaman. Didaerah yang berilklim tropis, hampir semua tanaman dapat hidup yang dikarenakan tingkat curah hujan dan ketersediaan matahari sepanjang waktu yang memungkin tanaman tumbuh dengan cukup baik. Oleh karena itu, didaerah yang beriklim tropis pada masa lampau sangatlah memungkinkan didapatkan endapan batubara dalam jumlah banyak, sebaliknya pada daerah yang beriklim subtropis mempunyai endapan batubara yang relatif lebih sedikit.
4.    Proses Dekomposisi
Proses dekomposisi tumbuhan merupakan bagian dari transformasi biokimia pada bahan organik. Selama porses pembentukkan batubara, sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimia. Setelah tumbuhan mati, proses degredasi biokimia lebih berperan. Proses pembusukan (decay) akan terjadi sebagai akibat kinerja dari mikrobiologi dalam bentuk bakteri anaerobic. Bakteri ini bekerja dalam keadaan tanpa oksigen, menghancurkan bagian yang lunak dari tumbuhan seperti selulosa, protoplasma, dan karbohidrat. Proses ini membuat kayu dapat berubah menjadi lignit.
Selama poses biokimia berlangsung, dalam keadaan kurang oksigen mengakibatkan keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon (C) yang akan hilang dalam bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan metana (CH4). Akibat lepasnya unsur atau senyawa ini maka jumlah unsur karbon (C) akan relatif bertambah.
5.    Material dasar
Jenis dari tumbuhan yang menjadi material dasar pembentuk batubara ini, sangat berpengaruh terhadap tipe dari batubara yang terbentuk.

                                    Gambar 1. Struktur Batubara

2. 2.     Klasifikasi Batubara
Berdasarkan tinjauan beberapa senyawa dan unsur yang terbentuk pada saat proses coalification (proses pembatubaraan) yang dikontrol oleh tekanan, panas dan waktu, maka dapat dikenal beberapa jenis batubara yaitu:
1.    Antrasit
Antrasit merupakan kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam mengkilat (luster) metalik, mengandung antara 86-98% unsur karbon (C) dari beratnya, kadar air kurang dari 8%, terbakarnya lambat, nyala api biru (pale blue flame) dengan sedikit sekali asap. Nilai panas yang dihasilkan hampir 15.000 BTU per pon. Peringkat teratas batubara, biasanya dipakai untuk bahan pemanas ruangan di rumah dan perkantoran.

2.    Bituminus
Bituminus mengandung 68 – 86 % unsur karbon (C) serta berkadar air 8 – 10 % dari beratnya. Nilai panas yang dihasilkan antara 10.500 sampai 15.500 BTU per pon. Batubaranya tebal, biasanya berwarna hitam mengkilat, terkadang cokelat tua. Bituminous coal mengandung  86% karbon dari beratnya dengan kandungan abu dan sulfur yang sedikit. Umumnya dipakai untuk PLTU, tapi dalam jumlah besar juga dipakai untuk pemanas dan aplikasi sumber tenaga dalam industri dengan membentuknya menjadi kokas-residu karbon berbentuk padat.

3.    Sub bituminus
Sub bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, oleh karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibandingkan dengan bituminus, dengan kandungan karbon 35-45% dan menghasilkan nilai panas antara 8.300 hingga 13.000 BTU per pon. Meskipun nilai panasnya rendah, batubara ini umumnya memiliki kandungan belerang yang lebih rendah daripada jenis lainnya, yang membuatnya disukai untuk dipakai karena hasil pembakarannya yang lebih bersih.
Karakteristiknya berada di antara batubara lignit dan bituminus, terutama digunakan sebagai bahan bakar untuk PLTU. Batubara subbituminus mengandung sedikit carbon dan banyak air, dan oleh karenanya menjadi sumber panas yang tidak efisien.

4.    Lignit atau Batubara Coklat
Lignit atau biasa dikenal dengan brown coal adalah batubara yang sangat lunak yang mengandung air 35-75% dari beratnya. Lignit merupakan batubara geologis muda yang memiliki kandungan karbon terendah, 25-35%. Nilai panas yang dihasilkan berkisar antara 4.000 hingga 8.300 BTU per pon. Disebut juga batubara muda. Merupakan tingkat terendah dari batubara, berupa batu bara yang sangat lunak dan mengandung air 70% dari beratnya. Batu bara ini berwarna hitam, sangat rapuh, nilai kalor rendah dengan kandungan karbon yang sangat sedikit, kandungan abu dan sulfur yang banyak. Batu bara jenis ini dijual secara eksklusif sebagai bahan bakar untuk pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

5.    Gambut (C60H6O34)
Gambut berpori dan memiliki kadar air diatas 75% serta nilai kalori yang paling rendah.

Dari penjelasan diatas, kita dapat mengetahui bahwa tingkat pembatubaraan secara umum dapat diklasifikasikan berdasarkan mutu batubara, maka batubara dengan tingkat pembatubaraan rendah disebut pula batubara bermutu rendah seperti lignit dan sub-bituminus biasanya lebih lembut dengan materi yang rapuh dan berwarna suram seperti tanah, memiliki tingkat kelembaban (moisture) yang tinggi dan kadar karbon yang rendah, sehingga kandungan energinya juga rendah. Semakin tinggi mutu batubara, umumnya akan semakin keras serta warnanya akan semakin hitam mengkilat. Selain itu tingkat kelembabannya lebih rendah dan kadar karbonnya tinggi, sehingga kandungan energinya juga semakin besar.

Gambar 2. Jenis Batubara

2. 3.     Penambangan Batubara
Tahap Penambangan Batubara yaitu sebagai berikut ini :
1.    Pengupasan Tanah Penutup
Pengertian kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup yaitu pemindahan suatu lapisan tanah atau batuan yang berada diatas tempat galian, agar tempat galian tersebut menjadi terbuka. Untuk mewujudkan kondisi kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup yang baik diperlukan alat yang mendukung dan sistimatika pengupasan yang baik.
Pekerjaan pengupasan lapisan tanah penutup merupakan kegiatan yang mutlak harus dikerjakan pada pertambangan terutama pada kegiatan penambangan yang menggunakan sistem tambang terbuka. Kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup ditentukan oleh rencana target produksi, semakin baik rancangan pada pengupasan lapisan tanah penutup maka rencana target produksi semakin baik. Untuk mewujudkan kondisi tersebut diperlukan metode dan alat yang mendukung pengupasan lapisan tanah penutup.

2.    Pemboran
Pemboran dapat dilakukan untuk bermacam-macam tujuan, antara lain adalah untuk penempatan bahan peledak, pemercontohan (merupakan metoda sampling utama dalam eksplorasi), dalam tahap development seperti penirisan dan tes pondasi, serta dalam tahap eksploitasi untuk penempatan baut batuan & kabel batuan. Jika dihubungkan dengan operasi peledakan, penggunaan terbesar adalah pemboran produksi (Nurhakim, 2004).
Prinsip pemboran adalah mendapatkan kualitas lubang ledak yang tinggi dengan pemboran yang cepat dan dalam posisi yang tepat. Guna mendapatkan hasil peledakan yang baik, yaitu volume bongkaran lapisan batuan yang besar dengan fragmentasi yang sesuai untuk dimanfaatkan serta biaya yang seminimal mungkin (Kartodharmo, 1989).
 Pada dasarnya terdapat dua cara untuk membuat lubang ledak, yaitu membor dengan lubang miring dan membor dengan lubang tegak.

3.    Peledakan
Peledakan merupakan tindak lanjut dari kegiatan pemboran yang merupakan serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk melepas batuan dari batuan induknya dengan harapan menghasilkan bongkaran batuan yang berukuran lebih kecil sesuai dengan yang diharapkan sehingga memudahkan dalam proses  pendorongan, pemuatan, pengangkutan, dan konsumsi material (Kartodharmo, 1989).
Urutan pekerjaan peledakan adalah pemboran, pemuatan bahan peledak dan penyambungan rangkaian peledakan.
Sebelum operasi peledakan dimulai, penentuan letak lubang ledak harus dievaluasi dengan hati-hati untuk mendapatkan hasil yang optimum  dari bahan peledak yang dipilih. Lebih dari pada itu, penyediaan lubang ledak yang tepat tentu saja untuk pembongkaran dengan biaya yang rendah. karakteristik massa batuan dan kemampuan pembuatan lubang ledak harus diidentifikasi.
Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa tunggal atau campuran berbentuk padat, cair, gas atau campurannya yang apabila dikenai suatu aksi panas, benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia eksotermis sangat cepat yang hasil reaksinya sebagian atau seluruhnya berbentuk gas dan disertai panas dan tekanan sangat tinggi yang secara kimia lebih stabil.

4.    Penggalian dan Pemuatan
Semua satuan operasi yang terlihat dalam penggalian atau pemindah tanah/batuan selama penambangan disebut penangan material (material handling).Pada siklus operasi, dua operasi utama pemuatan dan transportasi dengan kerekan sebagai operasi optimal ketiga, jika transportasi vertikal diperlukan.
Pola pemuatan yang digunakan tergantung pada kondisi lapangan operasi pengupasan serta alat mekanis yang digunakan dengan asumsi bahwa setiap alat angkut yang datang, mangkuk (bucket) alat gali muat sudah terisi penuh dan siap ditumpahkan. Setelah alat angkut terisi penuh segera keluar dan dilanjutkan dengan alat angkut lainnya sehingga tidak terjadi waktu tunggu pada alat angkut maupun alat gali-muatnya.
Pola pemuatan pada operasi pengangkutan di tambang terbuka dikelompokkan berdasarkan posisi back hoe terhadap front penggalian dan posisi dump truck terhadap back hoe. Proses pemuatan pada operasi penambangan dapat dibagi tiga macam yaitu frontal cutparallel cut with drive-by, dan parallel cut with turn and back.

5.    Pengangkutan (Hauling)
Material dalam jumlah besar dalam industri pertambangan di transport dengan haulage (pemindahan tanah ke arah horisontal) dan hoisting (pemindahan tanah ke arah vertikal).
Beberapa bagian dari pengangkutan ini meliputi :
1.    Pengangkutan batubara dari daerah penambangan ke tempat penumpukan (ROM Stockpile/Temporary Stockpile).
2.    Pengangkutan waste/overburden ke lokasi waste dump/dump area (baik berupa tanah pucuk/humus ataupun lapisan penutup)

2.4.       Pengolahan dan Pemanfaatan Batubara
Ditinjau dari segi pemanfaatannya, batubara dapat dibagi menjadi 3 (tiga) golongan, yaitu:
2.4.1.      Batubara untuk Bahan Bakar
Sebagai bahan bakar, batubara dapat dimanfaatkan untuk mengubah air menjadi uap didalam suatu ketel uap atau boiler PLTU, untuk membakar bahan pembuat klinker dipabrik semen, dan sebagai bahan bakar di industri-industri kecil. Pada kenyataanya, semua batubara dapat dibakar, tetapi pemanfaatannya sebagai bahan bakar tertentu perlu dipenuhi berbagai persyaratan tertentu pula. Misalnya, sebagai bahan bakar di PLTU diperlukan batubara yang mempunyai kandungan ash <30%. Ketel yang memanfaatkan batubara halus dapat didesain agar bisa membakar batubara dengan kandungan ash lebih tinggi lagi, katakanlah 50%. Akan tetapi, dengan kandungan ash yang demikian besar dapat menimbulkan banyak masalah dalam pengoperasiannya. Bahkan pada pembakaran batubara yang mengandung ash <30% pun masih banyak menimbulkan masalah pada ketel karena dapat menyebabkan erosi dan kerak pada tabung uap.
Umumnya, pembuatan sebuah ketel suatu PLTU dirancang untuk membakar batubara dengan spesifikasi yang telah ditentukan, sesuai dengan sifat batubara yang akan menjadi “makanannya”. Spesifikasi ini kadang-kadang mempunyai nilai rentang yang agak panjang sehingga dapat menampung batubara lebih dari satu sumber. Itulah sebabnya mengapa sewaktu masih dalam tahapan eksplorasi dan studi kelayakan tambang, berbagai parameter penting sebagai penentu tersebut dalam sampel inti bor sudah mulai ditentukan. Jadi, suatu PLTU dibangun menurut spesifikasi batubara yang akan “membakarnya”, bukan sebaliknya (kecuali jika PLTU sudah ada dan perlu tambahan pasokan, harus dicari batubara yang mempunyai spesifikasi sama dengan spesifikasi batubara yang digunakan dalam perancangan ketel tersebut). Umumnya, batubara harus cukup untuk memasok PLTU selama 30 tahun, karena umur PLTU sekitar tiga puluh tahunan. Bila batubara pasokan tersebut masih kurang, maka harus dicari batubara yang sifatnya sama dengan spesifikasi ketel PLTU tersebut. Semua PLTU yang direncanakan dibangun di Indonesia, satu unitnya berkapasitas 50 – 400 MW. Untuk yang berkapasitas >200 MW, umumnya dipakai cara pulverised fuel, sedangkan untuk yang kapasitasnya lebih kecil digunakan cara fluidised bed combustion ataupun pembakaran pada panggangan (grate firing).
Demikian pula dengan pabrik semen dewasa ini. Semuanya harus menggunakan bahan bakar batubara, dan yang telah dibangun sebelum Peraturan Presiden ditetapkan, harus mengganti bahan bakar minyaknya dengan batubara. Untuk keperluan tersebut harus dibangun kiln untuk membakar batubara yang didesain dengan spesifikasi tertentu, seperti halnya PLTU. Hanya untuk pabrik semen, persyaratan yang diminta lebih ringan bila dibandingkan dengan yang diminta untuk PLTU.
Pemanfaatan batubara sebagai bahan bakar telah mulai dirintis dalam industri kecil, seperti pabrik kertas, pabrik gula, pabrik bata, pabrik genteng, dan pabrik kapur. Hal ini terutama untuk memanfaatkan batubara dengan cadangan kecil.
Pada saat ini, Indonesia telah mencoba memanfaatkan batubara untuk menggantikan minyak tanah sebagai bahan bakar tidak berasap (smokeless fuel) di rumah tangga. Untuk keperluan tersebut, batubara dikarbonisasikan pada suhu rendah, digerus dan diberi bahan perekat, kemudian dicetak dan dibentuk menjadi briket batubara. Di Victoria-Australia, bahan untuk briket batubara berasal dari batubara peringkat (rank) rendah yang mengandung moisture tinggi, misalnya lignit yang mengandung mositure >60%.

2.4.2.      Batubara untuk Kokas
Kokas ialah residu padat yang tertinggal bila batubara dipanaskan tanpa udara sampai sebagian zat yang mudah menguapnya hilang. Batubara kokas adalah batubara yang bila dipanaskan tanpa udara sampai suhu tinggi akan menjadi lunak, terdevolatilasasi, mengembang, dan memadat kembali membentuk material yang porous. Material ini merupakan padatan kaya karbon yang disebut kokas.
Kebanyakan kokas digunakan dalam pembuatan besi dan baja karena memberikan energi panas dan sekaligus bertindak sebagai zat pereduksi (reduktor) terhadap bijih besi yang dikerjakan didalam tanur suhu tinggi atau tungku pembakaran (blast furnace). Kokas untuk keperluan tersebut, umumnya padat dan relatif kuat, dihasilkan dari batubara tertentu., baik tunggal maupun campuran, dalam oven kokas (coke oven). Residu hasil karbonisasi yang merupakan material serbuk yang tidak berlubang atau massanya menggumpal disebut char. Bahan ini dapat dibuat briket dan digunakan sama seperti kokas (kokas jenis ini disebut sebagai formed coke) atau langsung dipakai sebagai elektroda karbon.
Umumnya, ada dua istilah yang dapat membingungkan kita, yaitu istilah “caking” dan “coking”. Caking ialah kemampuan batubara untuk meleleh ketika dipanaskan dan kembali membentuk residu yang koheren ketika didinginkan. Syarat mutlak untuk batubara kokas ialah batubara itu harus meleleh membentuk cake jika dipanaskan. Tidak semua caking coal adalah cooking coal. Coking digunakan untuk menerangkan bahwa batubara tersebut cocok untuk dibuat kokas. Walaupun begitu, keterangan ini berlawanan dengan definisi klasifikasi batubara hard coal menurut ISO yang mendefinisikan caking kebalikan dari coking. Caking menunjukkan penggumpalan (agglomeration) dan pengembangan (swelling). Selama dipanaskan (index crucible swelling number dan Roga), sedangkan coking menunjukkan penggumpalan dan pengembangan selama pemanasan lambat (dilatation atau Gray-King coke type). Hal ini menimbulkan kerancuan dalam pemakaian kedua istilah tersebut.
Batubara yang dapat dibuat kokas harus mempunyai peringkat dan tipe tertentu. Sebagian zat organik dalam batubara mempunyai peranan dalam sifat-sifat pelelehan tadi. Dalam batubara kokas yang prima, yaitu yang membentuk kokas metalurgi yang sangat baik, harus dicapai suatu perbandingan yang optimal antara zat yang reaktif dan zat yang inert (tidak meleleh).
Berbagai parameter yang menentukan batubara kokas (peringkat dan jenisnya telah memenuhi syarat), termasuk kokas metalurgi, ialah kandungan ash tidak terlalu tinggi, hampir tidak mengandung sulfur dan fosfor, serta zat yang mudah menguapnya dalam kokas harus kecil. Untuk menentukan sifat-sifat batubara kokas digunakan crucible swelling number, Gray King coke type, plastisitas dan fluiditas.

2.4.3.      Batubara Konversi
Batubara konversi ialah batubara yang dimanfaatkan tidak sebagai bahan bakar padat, tetapi energi yang dikandungnya, disimpan dalam bentuk lain, yakni gas dan cairan. Pengubahan batubara dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu melalui pembuatan gas atau gasifikasi (gasification) dan pencairan batubara atau likuifaksi (coal liquefaction).

1.    Gasifikasi (Coal Gasification)
Secara sederhana, gasifikasi adalah proses konversi materi organik (batubara, biomass atau natural gas) biasanya padat menjadi CO dan H2 (synthesis gases) dengan bantuan uap air dan oksigen pada tekanan atmosfer atau tekanan tinggi. Saat bahan bakar dibakar, energi kimia akan dilepaskan dalam bentuk panas. Pembakaran terjadi saat Oksigen yang terkandung dalam udara bereaksi dengan karbon dan hidrogen yang terkandung dalam batubara dan menghasilkan CO2 dan air serta energi panas. Dalam kondisi normal, dengan  udara yang tepat akan mengkonversi semua energi kimia menjadi energi panas.
Namun , jika udara dikurangi maka pelepasan energi kimia dari batubara akan berkurang, dan kemudian senyawa gas baru akan terbentuk dari proses pembakaran yang tidak sempurna ini .Senyawa gas yang terbentuk ini terdiri atas H2, CO, dan CH4 (methana), yang masih memiliki potensi energi kimia yang belum dilepaskan. Dalam bentuk gas, potensi energi ini akan lebih mudah dialirkan dan digunakan untuk sumber energi pada proses lainnya, misalnya dibakar dalam boiler, mesin diesel, gas turbine, atau diproses untuk menjadi bahan sintetis lainnya (menggantikan bahan baku gas alam). Dengan fungsinya yang bisa menggantikan gas alam, maka gas hasil gasifikasi batubara disebut juga dengan syngas (syntetic gas). Syngas hasil gasifikasi batubara dapat diproses lebih lanjut atau dimanfaatkan untuk pembangkit listrik dan keperluan di industri kimia untuk pembuatan pupuk dan metanol.
Gambar 3. Proses Gasifikasi

     2.    Pencairan Batubara (Coal Liquefaction)
Coal liquefaction adalah terminologi yang dipakai secara umum mencakup pemrosesan batubara menjadi BBM sintetik (synthetic fuel).
Proses liquefaction bertujuan mengubah batubara menjadi minyak. Penelitian yang dilakukan SASOL di Afrika Selatan yang telah berhasil mengubah batubara menjadi minyak (gasolin, diesel, jet fuel), gas maupun bahan kimia lain melalui pembuatan gas. Cara langsung ialah dengan menghidrogenasikan batubara (rasio atom hidrogen/karbon = 0,7) sehingga menjadi minyak (rasio atom hidrogen hidrogen/karbon >1.2).
Berikut adalah proses pengolahan batubara menjadi minyak :

Direct Coal Liquefaction-DCL
DCL adalah proses hydro-craacking dengan bantuan katalisator. Prinsip dasar dari DCL adalah mengintroduksikan gas hydrogen kedalam struktur batubara agar rasio perbandingan antara C/H menjadi kecil sehingga terbentuk senyawa-senyawa hidrokarbon rantai pendek berbentuk cair. Proses ini telah mencapai rasio konversi 70% batubara (berat kering) menjadi sintetik cair. 
Faktor yang menjadikan proses DCL sangat bervariasi yaitu :
a.    Spesifikasi batubara yang dipergunakan, sehingga tidak ada sebuah sistem yang bisa optimal untuk digunakan bagi segala jenis batubara.
b.    Jenis batubara tertentu yang mempunyai kecenderungan membentuk lelehan (caking perform), sehingga menjadi bongkahan besar yang dapat membuat reaktor kehilangan tekanan dan gradient panas terlokalisasi (hotspot). Hal ini biasanya diatasi dengan mencampur komposisi batubara, sehingga pembentukan lelehan dapat dihindari.

Batubara dengan kadar ash yang tinggi lebih cocok untuk proses gasifikasi terlebih dahulu, sehingga tidak terlalu mempengaruhi berjalannya proses.

Brown Coal Liquefaction Technology (BCL)
Teknologi yang mengubah kualitas batubara yang rendah menjadi produk yang berguna secara ekonomis dan dapat menghasilkan bahan bakar berkualitas serta ramah lingkungan.
Langkah pertama adalah memisahkan air secara efisien dari batubara yang berkualitas rendah. Langkah kedua melakukan proses pencairan di mana hasil produksi minyak yang dicairkan ditingkatkan dengan menggunakan katalisator, kemudian dilanjutkan dengan proses hidrogenasi di mana heteroatom (campuran sulfur-laden, campuran nitrogen-laden, dan lain lain) pada minyak batubara cair dipisahkan untuk memperoleh bahan bakar bermutu tinggi, kerosin, dan bahan bakar lainnya. Kemudian sisa dari proses tersebut (debu dan unsur sisa produksi lainnya) dikeluarkan.


Gambar 4. Proses Pencairan Batubara (Coal Liquefaction)