لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

لسَّلاَمُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ

Silase Dan Pengomposan

♠ Posted by widy at 08.29
BAB I
PENDAHULUAN

1.1.       Latar Belakang
Hijauan merupakan pakan ternak utama ruminansia. Ketersediaan hijauan didaerah tropis menjadi kendala bagi peternak karena sangat bergantung pda musim, kualitas rendah dan tidak dapat diharapkan kontinyuitasnya. Hijauan akan melimpah pada musim hujan, tetapi bila musim kemarau sangat sulit diperoleh. Usaha pengawetan diperlukan untuk mengatasi masalah tersebut. Pembuatan silase merupakan salah satu usaha pengawetan hijauan pakan melalui fermentasi anaerobik.
Selain itu limbah padat dari buangan pasar menghasilkan jumlah yang cukup besar tiap harinya. Limbah tersebut berupa limbah sayuran yang hanya ditumpuk di tempat pembuangan dan menunggu pemulung untuk mengambilnya atau dibuang ke TPA jika tumpukan sudah meninggi. Penumpukan yang terlalu lama dapat mengakibatkan pencemaran, yaitu bersarangnya hama-hama dan timbulnya bau yang tidak diinginkan.
Berdasarkan hal tersebut diatas, perlu diterapkan suatu teknologi guna memenuhi kebutuhan ternak ruminansia pada saat kemarau serta teknologi untuk mengatasi limbah padat, yaitu dengan pembuatan silase sebagai alternatif pakan ruminansia saat kemarau dan teknologi daur ulang limbah padat menjadi produk kompos yang bernilai guna tinggi sebagai alternatif pengurangan limbah.
Silase adalah bahan pakan ternak berupa hijauan (rumput-rumputan atau leguminosa) yang disimpan dalam bentuk segar mengalami proses ensilase. Pembuatan silase bertujuan mengatasi kekurangan pakan di musim kemarau atau ketika penggembalaan ternak tidak mungkin dilakukan. 
Pengomposan dianggap sebagai teknologi berkelanjutan karena bertujuan untuk konservasi lingkungan, keselamatan manusia, dan pemberi nilai ekonomi. Penggunaan kompos membantu konservasi lingkungan dengan mereduksi penggunaan pupuk kimia yang dapat menyebabkan degradasi lahan. Pengomposan secara tidak langsung juga membantu keselamatan manusia dengan mencegah pembuangan limbah organik.

1.2.       Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Apa yang dimaksud dengan silase dan pengomposan ?
2.    Bagaimana proses pembuatan silase dan pengomposan ?
3.    Faktor apa saja mempengaruhi silase dan pengomposan ?
4.    Apa saja manfaat atau kegunaan pembuatan silase dan pengomposan ?

1.3.       Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.    Mampu menjelaskan pengertian silase dan pengomposan.
2.    Mampu menjelaskan tahapan pembuatan silase dan pengomposan.
3.    Mampu menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi silase dan pengomposan.
4.    Mampu menjelaskan manfaat atau kegunaan pembuatan silase dan pengomposan.

1.4.       Manfaat
Dalam pembuatan makalah ini, penulis berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca guna menambah pengetahuan dalam memenuhi bahan pembelajaran semester 5 Jurusan Teknik Kimia Prodi Teknik Energi khususnya pada mata kuliah Teknologi Biomassa.



BAB II
PEMBAHASAN

2.1.    Pengertian Silase dan Pengomposan
2.1.1. Pengertian Silase
Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian atau bijian berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu. Penyimpanan pada kondisi kedap udara tersebut menyebabkan terjadinya fermentasi pada bahan silase.
Tempat penyimpanannya disebut silo. Silo bisa berbentuk horizontal ataupun vertical. Pada peternakan skala besar, silo biasanya permanen. Bisa berbahan logam berbentuk silinder  ataupun lubang dalam tanah (kolam beton). Tetapi silo juga bisa dibuat dari drum atau bahkan dari plastik .  Prinsipnya, silo memungkinkan unstuck memberikan kondisi anaerob pada bahan agar terjadi proses fermentasi.
Bahan untuk pembuatan silase bisa berupa hijauan atau bagian bagian lain dari tumbuhan yang disukai ternak ruminansia, seperti rumput, legume, biji bijian, tongkol jagung, pucuk tebu, batang nenas dan lain-lain. Kadar air bahan yang optimal  untuk dibuat silase adalah 65-75% . Kadar air tinggi menyebabkan pembusukan dan kadar air terlalu rendah sering menyebabkan terbentuknya jamur . Kadar air yang rendah juga meningkatkan suhu silo dan meningkatkan resiko kebakaran.
Tujuan utama pembuatan silase adalah untuk mengawetkan dan mengurangi kehilangan zat makanan suatu hijauan untuk dimanfaatkan pada masa mendatang. Silase dibuat jika produksi hijauan dalam jumlah yang banyak atau pada fase pertumbuhan hijauan dengan kandungan zat makanan optimum.
Fermentasi silase dimulai saat oksigen telah habis digunakan oleh sel tanaman. Bakteri menggunakan karbohidrat mudah larut untuk menghasilkan asam laktat dalam menurunkan pH silase. Tanaman di lapangan mempunyai pH yang bervariasi antara 5 dan 6, setelah difermenatsi turun menjadi 3,6- 4,5. Penurunan pH yang cepat membatasi pemecahan protein dan menghambat pertumbuhan mikroorganisme anaerob merugikan seperti enterobacteria dan clostridia. Produksi asam laktat yang berlanjut akan menurunkan pH yang dapat menghambat pertumbuhan semua bakteri.
Bakteri pembentuk asam  (fermentasi) akan berkembang dengan pesat dan akan merubah gula dalam hijauan menjadi asam-asam organik seperti asam asetat, asam susu dan juga alkohol. Dengan meningkatnya derajat keasaman, kegiatan bakteri-bakteri lainnya seperti bakteri pembusuk akan terhambat. Pada derajat keasaman tertentu (pH = 3,5) bakteri asam laktat tidak pula dapat bereaksi lagi dan proses pembuatan silase telah. Pembentukan suasana asam dapat dipercepat dengan  cara penambahan bahan pengawet atau bahan tambahan (additif) secara langsung maupun tidak langsung.
Pemberian bahan pengawet secara langsung dengan menggunakan Natrium bisulfat, Sulfur oxida, Asam chlorida, Asam sulfat atau Asam propionat.  Pemberian bahan pengawet atau tambahan (additif) secara tidak langsung ialah dengan memberikan tambahan bahan-bahan yang mengandung hidrat arang (carbohydrate) yang siap diabsorpsi oleh mikroba, antara lain : 
·                Molases (tetes tebu) 2,5-3,0 kg /100 kg hijauan;
·                Onggok (tepung) 2,5 kg/100 kg hijauan;
·                Tepung jagung 3,5 kg/100 kg hijauan;
·                Dedak halus 5,0 kg/100 kg hijauan atau
·                Ampas sagu : 7,0 kg/100 kg hijauan.
   
2.1.2. Pengertian Pengomposan
Pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik dalam kondisi terkendali. Pengomposan sendiri merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daunan, sampah rumah tangga, dan sebagainya) dengan suatu perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan akan membusuk dalam tumpukan kompos (Outterbridge, 1991).
Kompos sebagai hasil dari pengomposan dan merupakan salah satu pupuk organik yang memiliki fungsi penting terutama dalam bidang pertanian antara lain: Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro. Pupuk organik dapat memperbaiki struktur tanah, meningkatkan daya serap tanah terhadap air dan zat hara, memperbesar daya ikat tanah berpasir, memperbaiki drainase dan tata udara di dalam tanah, membantu proses pelapukan dalam tanah.
Tanaman yang menggunakan pupuk organik lebih tahan terhadap penyakit. Proses pembuatan kompos berlangsung dengan menjaga keseimbangan kandungan nutrien, kadar air, pH, temperatur dan aerasi yang optimal melalui penyiraman dan pembalikan. Pada tahap awal proses pengkomposan, temperatur kompos akan mencapai 65 – 70oC sehingga organisma patogen, seperti bakteri, virus dan parasit, bibit penyakit tanaman serta bibit gulma yang berada pada limbah yang dikomposkan akan mati. Dan pada kondisi tersebut gas-gas yang berbahaya dan baunya menyengat tidak akan muncul. Proses pengkomposan umumnya berakhir setelah 6 sampai 7 minggu yang ditandai dengan tercapainya suhu terendah yang konstan dan kestabilan materi.

  
2.2.    Proses Pembuatan Silase dan Pengomposan
2.2.1. Proses Pembuatan Silase
Prinsip Utama Proses Silase
1.             Menghilangkan udara (oksigen) dari bahan hijauan silase
Proses ensilase terjadi dalam kondisi tanpa oksigen (anaerob), bakteri yang bekerja dalam memproduksi asam laktat adalah bakteri anaerob. Oksigen yang terdapat pada bahan silase dan silo dapat mempengaruhi proses dan hasil yang diperoleh. Proses respirasi tanaman akan tetap berlangsung selama masih tersedia oksigen. Respirasi dapat meningkatkan kehilangan bahan kering, mengganggu proses ensilase, menurunkan nilai nutrisi dan kestabilan silase.
Respirasi Sel Tanaman. Aktivitas sel tanaman tidak segera terhenti setelah dipanen, sel meneruskan respirasi selama masih cukup tersedia hidrat dan oksigen. Oksigen dibutuhkan untuk proses respirasi yang menghasilkan energi untuk fungsi sel. Karbohidrat dioksidasi oleh sel tanaman dengan adanya oksigen menjadi karbondioksida (CO2), air (H2O) dan panas.
Panas yang dihasilkan selama proses respirasi tidak dapat segera hilang, sehingga temperatur silase dapat meningkat. Peningkatan temperatur dapat mempenga-ruhi kecepatan reaksi dan merusak enzim. Enzim merupakan protein yang akan mengalami denaturasi pada temperatur tinggi. Peningkatan tempetarur juga dapat mempengaruhi struktur silase misalnya perubahan warna silase menjadi gelap.
Peningkatan temperatur silase dapat dibatasi dengan pemanenan tanaman dengan kadar air yang tepat dan dengan meningkatan kepadatan silase. Pemadatan silase terkait dengan ketersediaan oksigen di dalam silo, semakin padat silase oksigen semakin rendah sehingga proses respirasi semakin pendek.
Beberapa jenis bahan secara alami memperangkap lebih banyak udara dalam silase. Dengan pengelolaan yang baik, oksigen dapat hilang dari silase dalam 4 sampai 6 jam. Pembatasan respirasi dapat dilakukan dengan pemotongan langsung, pemadatan padat dan pelayuan. Untuk menjamin proses fermenatsi berjalan dengan baik, bahan harus mengandung kadar air sekitar 60-70%.
2.             Kadar air atau kelembaban
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses fermentasi adalah kadar air hijauan. Secara umum, kadar air optimum untuk dalam pembuatan silase sekitar 65% (Coblentz 2003). Tingkat kadar ini dapat memudahkan proses fermentasi dan biasanya membantu menghilangkan oksigen selama proses pemgemasan
Proses ensilase pada kadar air lebih dari 70% tidak dianjurkan. Hijauan dengan kadar air tinggi pada proses ensilase menyebabkan silase menjadikan silase yang dihasilkan tidak disukai. Silase ini kurang masam dan mempunyai konsentrasi asam butirat dan N-amonia yang tinggi. Hijauan yang diensilase dengan kadar air yang rendah (dibawah 50%) akan berakibat fermentasi yang terbatas, sehingga menghasilkan silase yang kurang stabil dengan konsentrasi asam laktat rendah dan pH lebih tinggi. Hijauan dengan kadar air rendah lebih sulit untuk menghilangkan oksigen dari bahan silase sewaktu pemasukan dan pengemasan.
3.             Karakteristik hijauan (tanaman)
Silase dapat dibuat dari berbagai jenis tanaman seperti rumput, legum, sereal dan hasil ikutan tananam lainnya. Tanaman merubah energi dari matahari menjadi gula sehingga konsentrasi gula secara umum lebih tinggi pada sore atau malam hari. Konsentrasi gula menurun pada malam hari melalui proses respirasi dalam tanaman dan lebih rendah lagi pada pagi hari. Fase pertumbuhan tanaman juga mempengaruhi ratio batang dan daun, yang akan mempengaruhi kandungan gula tanaman.

Tahapan atau Fase yang terjadi pada proses fermentasi Silase
Proses fermentasi ini (yang biasa di sebut dengan Ensiling), berjalan dalam enam fase,   yaitu:
Fase I
Saat pertama kali hijauan di panen, pada seluruh permukaan hijauan tersebut terdapat organisme aerobik, atau sering disebut sebagai bakteri aerobik, yaitu bakteri yang membutuhkan udara / oksigen, sehingga pada saat pertamakali hijauan dimasukan kedalam silo, bakteri tersebut akan mengkonsumsi udara/oksigen yang terperangkap di dalam rang silo tersebut. Kejadian ini merupakan sesuatu yang dapat mengganggu saat ensiling (proses fermentasi silase), karena pada saat yang sama bakteri aerobik tersebut juga akan mengkonsumsi karbohidrat yang sebetulnya diperlukan bagi bakteri fermentasi (bakteri asam laktat)
Proses perubahan kimiawi yang terjadi pada phase awal  ini adalah terurainya  protein tumbuhan menjadi asam amino, kemudian menjadi amonia. Lebih dari 50% protein yang terkandung di dalam bahan baku akan terurai. Laju kecepatan penguraian protein ini (proteolysis), sangat tergantung dari laju penurunan pH (asam). lamanya proses dalam tahap ini tergantung pada kekedapan udara dalam silo, dalam kekedapan udara yang baik maka fase ini  hanya akan bejalan beberapa jam saja. Dengan teknik penanganan  yang kurang memadai maka phase ini  akan berlangsung sampai beberapa hari bahkan beberapa minggu.
Fase II
Setelah oksigen habis di konsumsi bakteri aerobik, maka pada phase ini proses fermentasi  dimulai, dengan berkembangnya bakteri asam laktat. Bakteri tersebut akan menyerap  karbohidrat dan menghasilkan asam laktat sebagai hasil ahirnya.
Pertumbuhan bakteri asam laktat pada fase ini sangat diharapkan, karena akan bermanfaat untuk pencernakan ternak ruminansia juga menurunkan  kadar pH yang sangat diperlukan pada fase berikutnya. Dalam fermentasi hijauan fase-2 ini berlangsung antara 24 hingga 72 jam. 
Fase III
Makin menurunnya kadar pH akan merangsang pertumbuhan dan perkembangan bakteri anaerob lainnya yang memproduksi asam laktat. Maka pada fase ini kandungan asam laktat akan terus meningkat
Fase IV
Dengan bertambahnya jumlah bakteri pada fase 3, maka  karbohidrat yang akan terurai menjadi  latic acid juga makin bertambah. Asam laktat ini sangat di butuhkan dan memegang peranan paling penting dalam proses fermentasi. Untuk pengawetan yang efisien, produksinya harus mencapai 60% dari total asam organik dalam silase.
Saat silase di konsumsi oleh ternak, asam laktat/latic acid akan di manfaatkan sebagai sumber energi ternak tersebut. Fase 4 ini adalah fase yang paling lama saat ensiling, proses ini berjalan terus sampai kadar pH dari bahan hijauan yang di pergunakan turun terus, hingga mencapai kadar yang bisa menghentikan pertumbuhan segala macam bakteri, dan hijauan atau bahan baku  lainnya mulai terawetkan. Tidak akan ada lagi proses penguraian selama tidak ada udara/oksigen yang masuk atau dimasukan. 
Fase V
Pencapaian akhir kadar pH tergantung dari jenis bahan baku yang diawetkan, dan juga kondisi saat di masukan dalam silo. Hijauan pada umumnya akan mencapai kadar pH 4,0 - 4,5.  Kadar pH bukan merupakan indikasi satu-satunya dari baik buruknya proses fermentasi ini.
Fase VI
Fase ini merupakan fase pengangkatan silase dari tempatnya/silo. Proses pengangkatan ini sangatlah penting namun biasanya tidak pernah di perhatikan oleh para peternak, sehingga silase yang telah siap sering terkontaminasi udara berlebih saat membuka untuk memanen.
Kecermatan kerapihan dan kecepatan penanganan silase setelah dikeluarkan dari silo yang kedap udara sangatlah perlu untuk di cermati, agar tidak terjadi pembusukan.

Proses pembuatan Silase
Setelah memahami prinsip dasar pembuatan silase, maka proses tahap pelaksanaan pembuatan silase akan menjadi sangat mudah difahami.
Penyiapan Silo
Silo hanyalah nama sebuah wadah yang bisa di tutup dan kedap udara, artinya udara tidak bisa masuk maupun keluar dar dan ke dalam wadah tersebut. Wadah tersebut juga harus kedap rembesan cairan. Untuk memenuhi kriteria ini maka bahan plastik merupakan jawaban yang terbaik dan termurah serta sangat fleksibel penggunaannya. Walaupun bahan dari metal, semen dll tetap baik untuk di gunakan. Ukuran di sesuaikan dengan kebutuhan, mulai  kantong keresek plastik  ukuran satu kilogram, sampai silo silindris dengan garis tengah 100 meter dan ketinggian 30 meter.
  
Prinsip Dasar Fermentasi Silase
1.             Pemotongan atau Pencacahan Bahan Baku.  Ukuran pemotongan sebaiknya sekitar  5 centimeter.  Pemotongan dan pencacahan perlu di lakukan agar mudah di masukan dalam silo dan mengurangi terperangkapnya ruang udara di dalam silo serta memudahkan pemadatan. Jika hendak menggunakan bahan tambahan, maka taburkan bahan tambahan tersebut kemudian di aduk secara merata, sebelum di masukan dalam silo.
2.             Masukan cacahan tersebut kedalam silo secara bertahap, lapis demi lapis. Saat  memasukan bahan baku kedalam silo secara bertahap, lakukan penekanan atau pengepresan untuk setiap lapisan agar padat. Kenapa harus di padatkan, karena oksigen harus sebanyak mungkin di kurangi atau di hilangkan sama sekali dari ruang silo.
3.             Lakukan penutupan dengan serapat mungkin sehingga tidak ada udara yang bisa masuk ke dalam silo.
4.             Biarkan silo tertutup rapat serta di letakan  pada ruang yang tidak terkena matahari atau kena hujan secara langsung, selama tiga minggu.
5.             Setelah tiga minggu maka silase sudah siap di sajikan sebagai pakan ternak.
6.             Silo yang tidak di buka dapat terus di simpan sampai jangka waktu yang sangat lama asalkan tidak kemasukan udara
7.             Pemberian pada ternak yang belum terbiasa makan silase, harus di berikan sedikit demi sedikit dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan. Jika sudah terbiasa secara bertahap dapat  seluruhnya diberi silase sesuai dengan kebutuhan.


 Tabel 1. Kriteria Silase  yang Baik
Indikator  Penilaian
Penjelasan
Wangi
  • Wangi seperti buah-buahan dan sedikit asam, sangat wangi dan terdorong untuk mencicipinya.
  • Ingin mencoba mencicipinya tetapi asam, bau wangi
  • Bau asam, dan apabila diisap oleh hidung, rasa/wangi baunya semakin kuat atau sama sekali tidak ada bau.
  • Seperti jamur dan kompos bau yang tidak sedap
Rasa
  • Apabila dicoba digigit, manis dan terasa asam seperti  youghurt/yakult.
  • Rasanya sedikit asam
  • Tidak ada rasa
  • Rasa yang tidak sedap, tidak ada dorongan untuk mencobanya.
Warna
  • Hijau kekuning-kuningan
  • Coklat agak kehitam-hitaman
  • Hitam, mendekati warna kompos
Sentuhan
  • Kering, tetapi apabila dipegang terasa lembut dan empuk. Apabila menempel ditangan karena baunya yang wangi tidak dicucipun tidak apa-apa
  • Kandungan airnya terasa sedikit banyak tetapi tidak terasa basah. Apabila ditangan dicuci bau wanginya langsung hilang.
  • Kandungan airnya banyak, terasa basah sedikit (becek) bau yang menempel ditangan, harus dicuci dengan sabun supaya baunya hilang.
  
Jadi prinsip pembuatan silase yang utama adalah:
·           Menghentikan pernapasan dan penguapan sel sel tanaman
·           Mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara
·           Menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk
·           Mencapai dan mempercepat keadaan hampa udara (anaerob)
   
2.2.2. Proses Pembuatan Kompos
Proses pembuatan kompos secara rinci adalah:   
1.             Pemilahan Sampah
Pada tahap ini dilakukan pemisahan sampah organik dari sampah an-organik (barang lapak dan barang berbahaya). Pemilahan harus dilakukan dengan teliti karena akan menentukan kelancaran proses dan mutu kompos yang dihasilkan.
2.             Pengecil Ukuran
Pengecil ukuran dilakukan untuk memperluas permukaan sampah, sehingga sampah    dapat dengan mudah dan    cepat didekomposisi menjadi kompos
3.             Penyusunan Tumpukan
·       Bahan organik yang telah melewati tahap pemilahan dan pengecil ukuran kemudian disusun menjadi tumpukan.
·       Desain penumpukan yang biasa digunakan adalah desain memanjang dengan ukuran panjang x lebar x tinggi = 2m x 12m x 1,75m.
·       Pada tiap tumpukan dapat diberi terowongan bambu (windrow) yang berfungsi mengalirkan udara di dalam tumpukan.
4.             Pembalikan
Pembalikan dilakuan untuk membuang panas yang berlebihan, memasukkan udara segar ke dalam tumpukan bahan, gunanya untuk meratakan proses pelapukan di setiap bagian tumpukan, meratakan pemberian air, serta membantu penghancuran bahan menjadi partikel kecil-kecil.
 
5.             Penyiraman
·       Pembalikan dilakukan terhadap bahan baku dan tumpukan yang terlalu kering (kelembaban kurang dari 50%).
·       Secara manual perlu tidaknya penyiraman dapat dilakukan dengan memeras segenggam bahan dari bagian dalam tumpukan.
·       Apabila pada saat digenggam dan diperas tidak mengeluarkan air, maka tumpukan sampah harus ditambahkan air. Sedangkan jika sebelum diperas sudah keluar air, maka tumpukan terlalu basah oleh karena itu perlu dilakukan pembalikan.
6.             Pematangan
·       Setelah pengomposan berjalan antara 30 hingga 40 hari, suhu tumpukan akan semakin menurun hingga mendekati suhu ruangan atau suhu di tempat.
·       Pada saat itu tumpukan telah lapuk, yaitu berwarna coklat tua atau kehitaman. Kompos masuk pada tahap pematangan selama ± 14 hari.
7.             Penyaringan
·       Penyaringan dilakukan untuk memperoleh ukuran butiran partikel kompos sesuai dengan kebutuhan serta untuk memisahkan bahan-bahan yang tidak dapat dikomposkan yang lolos dari proses pemilahan di awal proses.
·       Bahan yang belum terkomposkan dikembalikan ke dalam tumpukan yang baru, sedangkan bahan yang tidak terkomposkan dibuang sebagai residu. 
8.             Pengemasan dan Penyimpanan
·       Kompos yang telah disaring dikemas dalam kantung sesuai dengan kebutuhan pemasaran.
·       Kompos yang telah dikemas disimpan dalam gudang yang aman dan terlindung dari kemungkinan tumbuhnya jamur dan tercemari oleh bibit jamur dan benih gulma atau benih lain yang tidak diinginkan yang mungkin terbawa oleh angin.

Ciri-ciri kompos yang sudah jadi dan baik adalah :
a.              Warna kompos biasanya cokelat kehitaman
b.             Aroma kompos yang baik tidak mengeluarkan aroma yang menyengat, tetapi mngeluarkan aroma tanah.
c.              Apabila dipegang/dikepal, kompos akan menggumpal, apabila ditekan dengan lunak, gumpalan kompos akan hancur dengan mudah.
  
2.3.    Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Silase dan Pengomposan
2.3.1. Faktor yang Mempengaruhi Proses Pembuatan Silase
Proses pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu sebagai berikut :
1)             Ada tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat
2)             Sifat-sifat fisika dan kimiawi bahan baku
3)             Keadaan lingkungan
2.3.2.Faktor yang Mempengaruhi Proses Pengomposan
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan antara lain:
Rasio C/N
Rasio C/N yang efektif untuk proses pengomposan berkisar antara 30: 1 hingga 40:1. Mikroba memecah senyawa C sebagai sumber energi dan menggunakan N untuk sintesis protein. Pada rasio C/N di antara 30 s/d 40 mikroba mendapatkan cukup C untuk energi dan N untuk sintesis protein. Apabila rasio C/N terlalu tinggi, mikroba akan kekurangan N untuk sintesis protein sehingga dekomposisi berjalan lambat.
Umumnya, masalah utama pengomposan adalah pada rasio C/N yang tinggi, terutama jika bahan utamanya adalah bahan yang mengandung kadar kayu tinggi (sisa gergajian kayu, ranting, ampas tebu, dsb). Untuk menurunkan rasio C/N diperlukan perlakuan khusus, misalnya menambahkan mikroorganisme selulotik (Toharisman, 1991) atau dengan menambahkan kotoran hewan karena kotoran hewan mengandung banyak senyawa nitrogen.


Ukuran Partikel
Aktivitas mikroba berada di antara permukaan area dan udara. Permukaan area yang lebih luas akan meningkatkan kontak antara mikroba dengan bahan dan proses dekomposisi akan berjalan lebih cepat. Ukuran partikel juga menentukan besarnya ruang antar bahan (porositas). Untuk meningkatkan luas permukaan dapat dilakukan dengan memperkecil ukuran partikel bahan tersebut.
Aerasi
Pengomposan yang cepat dapat terjadi dalam kondisi yang cukup oksigen(aerob). Aerasi secara alami akan terjadi pada saat terjadi peningkatan suhu yang menyebabkan udara hangat keluar dan udara yang lebih dingin masuk ke dalam tumpukan kompos. Aerasi ditentukan oleh porositas dan kandungan air bahan(kelembapan). Apabila aerasi terhambat, maka akan terjadi proses anaerob yang akan menghasilkan bau yang tidak sedap. Aerasi dapat ditingkatkan dengan melakukan pembalikan atau mengalirkan udara di dalam tumpukan kompos.
Porositas
Porositas adalah ruang di antara partikel di dalam tumpukan kompos. Porositas dihitung dengan mengukur volume rongga dibagi dengan volume total. Rongga-rongga ini akan diisi oleh air dan udara. Udara akan mensuplay Oksigen untuk proses pengomposan. Apabila rongga dijenuhi oleh air, maka pasokan oksigen akan berkurang dan proses pengomposan juga akan terganggu.
Kelembaban (Moisture content)
Kelembapan memegang peranan yang sangat penting dalam proses metabolisme mikroba dan secara tidak langsung berpengaruh pada suplay oksigen. Mikrooranisme dapat memanfaatkan bahan organik apabila bahan organik tersebut larut di dalam air. Kelembapan 40 - 60 % adalah kisaran optimum untuk metabolisme mikroba. Apabila kelembapan di bawah 40%, aktivitas mikroba akan mengalami penurunan dan akan lebih rendah lagi pada kelembapan 15%. Apabila kelembapan lebih besar dari 60%, hara akan tercuci, volume udara berkurang, akibatnya aktivitas mikroba akan menurun dan akan terjadi fermentasi anaerobik yang menimbulkan bau tidak sedap.
Temperatur/suhu
Panas dihasilkan dari aktivitas mikroba. Ada hubungan langsung antara peningkatan suhu dengan konsumsi oksigen. Semakin tinggi temperatur akan semakin banyak konsumsi oksigen dan akan semakin cepat pula proses dekomposisi. Peningkatan suhu dapat terjadi dengan cepat pada tumpukan kompos. Temperatur yang berkisar antara 30 - 60oC menunjukkan aktivitas pengomposan yang cepat. Suhu yang lebih tinggi dari 60oC akan membunuh sebagian mikroba dan hanya mikroba thermofilik saja yang akan tetap bertahan hidup. Suhu yang tinggi juga akan membunuh mikroba-mikroba patogen tanaman dan benih-benih gulma.
pH
Proses pengomposan dapat terjadi pada kisaran pH yang lebar. pH yang optimum untuk proses pengomposan berkisar antara 6.5 sampai 7.5. pH kotoran ternak umumnya berkisar antara 6.8 hingga 7.4. Proses pengomposan sendiri akan menyebabkan perubahan pada bahan organik dan pH bahan itu sendiri. Sebagai contoh, proses pelepasan asam, secara temporer atau lokal, akan menyebabkan penurunan pH (pengasaman), sedangkan produksi amonia dari senyawa-senyawa yang mengandung nitrogen akan meningkatkan pH pada fase-fase awal pengomposan. pH kompos yang sudah matang biasanya mendekati netral.
Kandungan Hara
Kandungan P dan K juga penting dalam proses pengomposan dan bisanya terdapat di dalam kompos-kompos dari peternakan. Hara ini akan dimanfaatkan oleh mikroba selama proses pengomposan.
Kandungan Bahan Berbahaya
Beberapa bahan organik mungkin mengandung bahan-bahan yang berbahaya bagi kehidupan mikroba. Logam-logam berat seperti Mg, Cu, Zn, Nickel, Cr adalah beberapa bahan yang termasuk kategori ini. Logam-logam berat akan mengalami imobilisasi selama proses pengomposan.
Lama pengomposan
Lama waktu pengomposan tergantung pada karakteristik bahan yang dikomposkan, metode pengomposan yang dipergunakan dan dengan atau tanpa penambahan aktivator pengomposan. Secara alami pengomposan akan berlangsung dalam waktu beberapa minggu sampai 2 tahun hingga kompos benar-benar matang.

2.4.    Manfaat Silase dan Pengomposan
2.4.1. Manfaat Silase
Silase bisa digunakan sebagai salah satu atau satu satunya pakan kasar dalam ransum sapi  potong . Pemberian pada sapi perah sebaiknya dibatasi tidak lebih 2/3 dari jumlah pakan kasar.  Silase juga merupakan pakan yang bagus bagi domba tetapi tidak bagus untuk kuda maupun babi. Silase merupakan pakan yang disukai ternak terutama bila cuaca panas.
Apabila ternak kita belum terbiasa mengkonsumsi silase, maka pemberiannya sedikit demi sedikit dicampur dengan hijauan yang biasa dimakan.  Manfaat pembuatan silase antara lain :
1.       Persediaan makanan ternak pada musim kemarau.
2.       Menampung kelebihan HMT pada musim hujan dan memanfaatkan secara optimal
3.       Mendayagunakan hasil ikutan dari limbah pertanian dan perkebunan.
  
2.4.2. Manfaat Pengomposan
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.
Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek:
Aspek Ekonomi :
1.             Menghemat biaya untuk transportasi dan penimbunan limbah
2.             Mengurangi volume/ukuran limbah
3.             Memiliki nilai jual yang lebih tinggi dari pada bahan asalnya
Aspek Lingkungan :
1.             Mengurangi polusi udara karena pembakaran limbah dan pelepasan gas metana dari sampah organik yang membusuk akibat bakteri metanogen di tempat pembuangan sampah
2.             Mengurangi kebutuhan lahan untuk penimbunan

Aspek bagi tanah/tanaman:
1.             Meningkatkan kesuburan tanah
2.             Memperbaiki struktur dan karakteristik tanah
3.             Meningkatkan kapasitas penyerapan air oleh tanah
4.             Meningkatkan aktivitas mikroba tanah
5.             Meningkatkan kualitas hasil panen (rasa, nilai gizi, dan jumlah panen)
6.             Menyediakan hormon dan vitamin bagi tanaman
7.             Menekan pertumbuhan/serangan penyakit tanaman
8.             Meningkatkan retensi/ketersediaan hara di dalam tanah



  
BAB III
PENTUTUP

3.1.       Kesimpulan
Silase adalah pakan yang berbahan baku hijauan, hasil samping pertanian atau bijian berkadar air tertentu yang telah diawetkan dengan cara disimpan dalam tempat kedap udara selama kurang lebih tiga minggu.
Pengomposan adalah proses dekomposisi materi organik menjadi pupuk kompos melalui reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik dalam kondisi terkendali. Pengomposan sendiri merupakan proses penguraian senyawa-senyawa yang terkandung dalam sisa-sisa bahan organik (seperti jerami, daun-daunan, sampah rumah tangga, dan sebagainya) dengan suatu perlakuan khusus. Hampir semua bahan yang pernah hidup, tanaman atau hewan akan membusuk dalam tumpukan kompos (Outterbridge, 1991).
Prinsip utama proses silase adalah menghentikan pernapasan dan penguapan sel sel tanaman, mengubah karbohidrat menjadi asam laktat melalui proses fermentasi kedap udara, menahan aktivitas enzim dan bakteri pembusuk serta mencapai dan mempercepat keadaan hampa udara (anaerob). Sedangkan proses pembuatan kompos adalah pemilahan sampah, pengecil ukuran, penyusunan tumpukan, pembalikan, penyiraman, pematangan, penyaringan, pengemasan dan penyimpanan.
Proses pembuatan silase tergantung pada tiga faktor utama yaitu ada tidaknya serta besarnya populasi bakteri asam laktat, sifat-sifat fisika dan kimiawi bahan baku, serta keadaan lingkungan. Sedangkanm faktor-faktor yang mempengaruhi proses pengomposan yaitu rasio C/N, ukuran partikel, aerasi, kelembaban (Moisture content), temperatur/suhu, pH, kandungan hara dan lama pengomposan.
Manfaat pembuatan silase antara lain sebagai persediaan makanan ternak pada musim kemarau, menampung kelebihan HMT pada musim hujan dan memanfaatkan secara optimal serta mendayagunakan hasil ikutan dari limbah pertanian dan perkebunan. Sedangkan manfaat pengomposan adalah memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikroba tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikroba ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikroba tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit.
Tanaman yang dipupuk dengan kompos juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak.




DAFTAR PUSTAKA

Djuarni, Nan dkk,  2005. Cara Cepat Membuat Kompos. PT. Agromedia Pustaka: Jakarta

Indriani. Yovita Hety,  2003 . Membuat Kompos Secara Alami . Penebar Swadaya : Jakarta

Susetya.  Darma,  2010. Panduan Lengkap Membuat Pupuk Organik Untuk Tanaman Pertanian dan Perkebunan. Pustaka Baru Press: Sleman Yogyakarta

Sofyan A. dan Febrisiantosa A. 2007. Pakan Ternak dengan Silase Komplit. UPT. BPPTK – LIPI : Yogyakarta


http://sholihnugroho.blogspot.com/2011/01/teknologi-silase.html

0 komentar:

Posting Komentar